Kamis, 11 Februari 2010

Sejarah Panjang Radio Indonesia

"WIL sluiten nu. Vaarwl tot betere tijden! Leve de Konigen!” Kami akhiri sekarang. Selamat berpisah sampai waktu yang lebih baik. Hidup sang ratu. Demikian Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij (NIROM), radio Siaran Hindia Belanda mengakhiri siarannya pada 8 Maret 1942, saat berakhirnya masa kekuasaan pemerintah Hindia Belanda di Indonesia. Rupanya ”waktu yang lebih baik” itu, bagi NIROM tidak pernah ada karena Indonesia kemudian diduduki pemerintah meliter Jepang dan kemudian merdeka pada 17 Agustus 1945.

Radio sebagai salah satu alat komunikasi massa, yang merupakan ”kekuatan kelima” memiliki fungsi penting, sebagai alat kontrol sosial, memberi informasi, menghibur, mendidik, dan melakukan persuasi. Radio di Indonesia mempunyai catatan sejarah panjang, sejarah panjang itu dimulai pada masa Perang Dunia I (1914-1918). Kala, itu Belanda biasa berkomunikasi dengan negara jajahannya, Hindia Belanda, dengan melalui kabel laut (telegraf laut) melalui Aden, yang dikuasai Inggris. Sebagai negara netral pada masa PDI, Belanda harus memilih jalur komunikasi, kemudian dipilih jalur udara (radio telegraf).

Percobaan komunikasi radio telegraf (gelombang radio pendek) pertama kali silakukan pada 1916 dengan peralatan Telefunken Jerman, di Desa Cangkring, dikaki gunung Malabar Kab. Bandung. Pada tahun 1917, pesawat penerima di Cangkring dapat menerima sinyal dari stasiun pemancar telegraf di negara-negara Eropa. Karena itu, pemerintah hindia Belanda memutuskan untuk mendirikan stasiun pemancar di Lembah Gunung Malabar. Tak lama kemudian Pemerintah Hindia Belanda mengadakan persetujuan dengan Telefunken untuk mendirikan pemancar radio yang mempergunakan booglamp (lampu tabung).

Percobaan ini berhasil, sehingga tahun 1922 sebuah antena gunung sudah berdiri tegak di lembah Gunung Malabar setinggi 250-750 meter, yang merupakan antena tertinggi di dunia kala itu. Pada 5 Mei 1923, Stasiun Pemancar Radio Telegraf Malabar dibuka secara resmi untuk umm oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr.D.Foek. Ternyata menggunakan gelombang radio pendek yang menggunakan lampu tabung biayanya lebih murah. Makanya tak heran jika dari Stasiun Malabar ini, Belanda banyak menyiarkan tanda-tanda waktu dan berita pers ke kapal-kapal dan komunikasi menggunakan radio pendek punmakin meningkat.

Pada 11 Maret 1925, suara dari pemancar gelombang pendek PCJJ Philips Laboratoria di Eindhoven terdengar di Malabar, yang disusul pembangunan pemancar telefoni. Melalui pemancar ini, Ratu Belanda, Ratu Wilhelmina menyapa warganya yang berada ditanah jajahan (3 juni 1927). Percakapan ini merupakan yang pertama dilakukan menggunakan gelombang pendek antara negeri Belanda dengan Hindia Belanda. Sebagai peristiwa sejarah, pemerintah Belanda kemudian mendirikan monumen di Tjitaroem Plein (Lapangan Citarum) Bandung. Monumen ini berbentuk setengah bola dunia dengan patung dua laki-laki tanpa busana di kedua sisinya berdiri berhadap-hadapan.monumen ini melambangkansudah tidak ada jarak dibumi ini dengan adanya alat komunikasi. Sayang patung ini sekarang dibongkar oleh Pemerintah Kota Bandung, karena dianggap asusila, tidak sesuai dengan adat ketimuran. Sedangkan nama D.Groot sendiri diabadikan menjadi sebuah jalan, sekarang Jln. Siliwangi.

Pada Desember 1927 disiapkan pemancar telefoni kristal yang dibuat di Laboratorium Dinas Radio di Bandung. Percobaan terus dilakukan, pada 7 januari 1929 dibuka secara resmi komunikasi antara Belanda dan Indonesia. Sejak saat itu demam radio muncul dimana-mana, termasuk di Indonesia. Bahkan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pun berhasil dipancar luaskan keseluruh negeri dan dunia internasional melalui gelombang radio yang berpusat di Bandung. Walaupun pada saat itu, pemerintah Jepang memperketat siaran radio dan hanya meperbolehkan merelai siaran dari Tokyo melalui pemancar radio yang berada di Palasari Dayeuhkolot Bandung (hihihihi dulu banyak tower untuk pemancar ya... skrg jadi tempat kuliah aku... masih ada stasiun radionya disebelah barat kampus).

Para pemuda radio Bandung berhasil mengambil alih pemancar dari tangan Jepang (berarti ada pertempuran sengit ni disekitar kampus dulu semoga saja arwah2 mereka tdk menggangu kita, dekat juga dengan tempat peristiwa bandung lautan api skrg monumennya di Tegalega) dan kemudian melakukan hubungan dengan pemuda Pos Telegraf dan Telefoni (PTT) yang menguasai pemancar-pemancar radio di Dayeuhkolot dengan kekuatan 10 kilowatt. Pada pukul 19:00 malam (17 Agustus 1945), dibacakan teks proklamasi oleh Sakti Alamsjah, didampingi R.A.Darya, Sam Amir dan Ny. Odas Sumadilaga dengan ancaman moncong senjata Jepang (wah ngeri juga dah di todong hiks). Call sign yang digunakan, “Di sini Bandung Siaran Radio Republik Indonesia”.

Radio Republik Indonesia (RRI) sendiri didirikan pada tanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Kemudian mereka melakukan rapat di rumah Adang Kadarusman di Jln. Menteng Dalam Jakarta. Rapat ini kemudian memilih Dr. Abdurahman Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama. Pada rapat itu dikeluarkan pula deklarasi RRI yang disebut dengan piagam 11 September 1945, berisi 3 butir komitmen yang kemudian dikenal dengan Tripasetya RRI. Butir ketiga berbunyi, merefleksikan komitmen RRI untuk bersifat netral, tidak memihak pada salah satu aliran/keyakinan partai/golongan. Pada 11 September kemudian diperingati hari jadi RRI.

Disadur dari: (“kiki kurnia/” Galamedia” Minggu, 16 Maret 2008).

Selasa, 02 Februari 2010

Mengulas Bumi Perkemahan Puntang

Sudah hampir 5 tahun aku menghuni kost di bandung selatan. Kata orang bandung banyak obyek wisata yang sungguh indah. Salah satunya adalah bumi perkemahan puntang. Sudah 3 kali aku camping di gunung puntang, banyak kejadian aneh dan mengherankan. Tahun lalu teman aku sempat menfoto sesosok makhluk halus tapi karena ketakutan foto tersebut dihapusnya, ada juga cerita teman aku waktu dikdas anggota yg semula 5 orang bertambah menjadi 6 orang. Tangal 23 Januari 2010 aku berada dikolam cinta dan dalam benak aku selalu bertanya bagaimana asal usul kolam cinta ini, dan akhirnya aku menulis dalam blog ini untuk mengupas lebih dalam tentang gunung puntang.

Gunung Puntang merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Malabar. Di kawasan ini terdapat bumi perkemahan yang dikelola oleh pihak Perhutani. Udara yang sejuk pada ketinggian 1290 m, sungai yang jernih ditambah dengan paduan pohon pinus yang tumbuh alami, memberikan kedamaian tersendiri saat berada di lokasi. Keindahan panorama sekitar kawasan ini sudah bisa dinikmati sepanjang perjalanan semenjak dari persimpangan jalan Banjaran - Pangalengan dan jalan Gunung Puntang. Saat tiba di gerbang Perhutani, sempatkan waktu berhenti sejenak untuk melihat hamparan Plato (lempengan) Bandung dari ketinggian.

Selain berkemah, aktifitas-aktifitas outdoor seperti forest tracking atau sekedar main air di kali yang jernih dapat menjadi pilihan bagi pengunjung. Sebuah air terjun dengan ketinggian sekitar 100 meter dapat menjadi target alternatif dengan cara melakukan perjalanan selama 2 jam menembus hutan. Untuk mencapai lokasi Curug Siliwangi ini, sebaiknya menggunakan jasa pemandu arah setempat agar tidak tersesat. Lahan perkemahan yang ada di kawasan ini cukup nyaman. Sudah tersedia fasilitas MCK (sayang, kurang terurus), rumah kecil milik perhutani (cabin) yang bisa disewa (cukup mewah untuk ukuran “anak gunung”), dan yang paling penting, beberapa warung juga tersedia! Tidak hanya menawarkan wisata alam yang menyejukkan hati, dikawasan ini terdapat sebuah objek wisata sejarah peninggalan bangsa Belanda yang cukup unik. Pada tahun 1923 area ini merupakan suatu lokasi yang sangat terkenal di dunia karena terdapat sebuah stasiun pemancar radio Malabar yang dirintis oleh Dr. de Groot. Sebuah pemancar radio yang sangat fenomenal dikarenakan antena yang digunakan untuk memancarkan sinyal radio memiliki panjang 2Km, membentang diantara gunung Malabar dan Halimun dengan ketinggian dari dasar lembah mencapai 500 meter. Sulit untuk dibayangkan bagaimana cara mereka membangun dengan menggunakan teknologi yang ada pada masa tersebut.

Pada bagian dasar lembah, dahulu terdapat suatu bangunan yang cukup besar yang berfungsi sebagai stasiun pemancar guna mendukung komunikasi ke negeri Belanda yang berjarak 12.000 km. Uniknya, mereka bisa mendapatkan lokasi yang sangat ideal, karena arah propagasi struktur antena tersebut memang menuju negara Kincir Angin terebut. Terlebih tempat ini cukup tersembunyi. Uniknya, stasiun ini adalah murni pemancar, sedangkan penerimanya ada di Padalarang (15km) dan Rancaekek (18km). Karena teknologinya masih boros energi, Belanda membangun PLTA di Dago, PLTU di Dayeuh kolot, dan PLTA di Pangalengan, lengkap dengan jaringan distribusinya hanya untuk memenuhi kebutuhan si pemancar! Pemancar ini antara lain masih menggunakan teknologi kuno yaitu busur listrik (Poulsen) untuk membangkitkan ribuan kilowat gelombang radio dengan panjang gelombang 20 km s/d 7,5 km. Gedung radio pemancar ini bentuknya sangat cantik di masa itu. Sayangnya, saat ini bangunan tersebut hanya tersisa beberapa potong tembok saja, dikarena struktur bangunannya yang terbuat dari separuh kayu dan separuh tembok.

Selain sepotong sisa bangunan tadi, ada juga sisa struktur dinding kolam yang saat ini dikenal dengan nama Kolam Cinta. Konon ada kepercayaan, jika sejoli berpacaran di lokasi ini akan membawa dampak bagi kelangsungan hubungan mereka. Kalau mau mendaki, sisa-sisa antena juga masih bisa dilihat dilereng gunung. Selain bangunan utama berupa stasiun radio pemancar, pada area Gunung Puntang ini dahulunya juga terdapat perkampungan yang dihuni oleh awak stasiun pemancara dengan fasilitas yang cukup lengkap. Perkampungan yang dikenal dengan Kampung radio (Radio Dorf) ini juga dilengkapi rumah-rumah dinas petugas, lapangan tenis, bahkan konon gedung bioskop juga tersedia di masa tersebut.

Sebuah gua peninggalan Belanda juga bisa ditemukan disini dan bisa ditelusuri dengan mudah meskipun bagian dasar gua cenderung becek pada bagian dalamnya. Mulut gua ini cukup tersembunyi diantara lekukan tanah yang bila diperhatikan secara sekilas mirip dengan wajah harimau. Kembali ke masa sekarang, pada area Gunung Puntang terdapat sebuah fasilitas rekreasi yang tidak kalah menarik. Fasilitas milik swasta ini berupa taman Bougenvile yang di dalamya terdapat 3 villa, 2 kolam renang, tempat bermain anak dan lokasi ini dialiri beberapa stream sungai kecil yang sangat jernih airnya. Kolam renang yang ada meperoleh pasukan air langsung dari mata air yang mengalir terus menerus sehingga selalu jernih, dingin dan bebas kaporit.